Jika berubah sedikit asin, pahit, manis, atau rasa lainnya, itu hanya karena lupa berapa takaran biasanya.
Namun saya selalu berusaha lebih baik di setiap hari nya. Meski terkadang hasilnya malah lebih buruk. Well, bagi saya, dan semoga juga saudara, usaha selalu layak mendapat perhatian lebih banyak daripada hasil. Karena dari situ saya akhirnya tau apa yang salah dalam usaha saya.
Dan pada Ramadhan kali ini saya ingin memperbaiki Shalat Tarawih saya.
Jangan ditanya tentang tahun lalu. Sedih sekali saya mengenangnya. Tidak bisa memanfaatkan kesempatan bertemu dengan Ramadhan dengan sebaik yang saya mampu. Maka tahun ini, ketika Allah kembali mempertemukan saya dengan Ramadhan, saya berazam untuk memperbaiki. Bukan hanya Shalat Tarawihnya saja, namun saya berharap itu tentang semuanya.
Maka tiba malam satu Ramadhan tahun ini. Saya baru saja menyelesaikan shalat ba'diyah Isya. Lantas sejenak menunggu komando imam untuk memulai sholat tarawih. Sang imam berdiri, mengambil microphone. Sepertinya ada sesuatu yang hendak beliau sampaikan sebelum memulai Shalat Tarawih.
"Saya minta maaf tidak bisa cepat cepat dalam mengimami Shalat Tarawih ini. Maklumlah, Ibu-Bapak, saya sudah berumur. Jadi ya bisa nya hanya pelan pelan. Alon-alon waton kelakon nggeh."
Begitu kira kira yang saya pahami dari perkataannya. Saya menghela nafas lega. Justru ini yang saya inginkan. Tiba tiba saya teringat alasan saya tahun lalu sering sekali absen dalam jama'ah Tarawih. Tidak lain dan tidak bukan adalah karena gerakan imam yang begitu cepat. Hingga saya memutuskan untuk sholat sendiri. Meski ternyata, kedepannya, saya lebih banyak absen daripada melaksanakan pilihan saya itu.
Namun setelahnya saya tahu bahwa helaan nafas kelegaan saya itu salah. Apa yang beliau maksudkan dengan 'alon-alon waton kelakon' ternyata tetap saja terlalu cepat bagi saya. Saya tidak bisa menyempurnakan bacaan-bacaan sholat saya. Jangan tanyakan lagi tentang tuma'ninah. Aduh, hal yang satu itu entah bagaimana jadi nya -bagi saya.
Sepulang dari masjid, setelah sempurna 23 rakaat saya ikuti, diatas kasur, saya penasaran sekali ingin mengetahui sesuatu. Saya adalah orang yang selalu berusaha untuk bertoleransi antar pendapat mazhab dalam masalah fiqh. Dan saya meyakini bahwa setiap ibadah yang dilakukan umat Islam, dimanapun itu, pasti ada dalil atau pendapat ulama yang mendasarinya. Tentunya lepas daripada seberapa kuat dalil atau pendapat tersebut. Maka kali ini saya ingin sekali tau apa dasar Sholat Tarawih yang dilakukan dengan begitu cepat. Bukankah mayoritas muslim negri ini melakukan bahkan menyukainya?
Saya buka sebuah situs pencari, mengisikan sebuah kata kunci, dan tak perlu menunggu dua detik hingga ia menampilkan daftar situs yang memuat kata kunci yang saya ketikkan. Pilihan saya langsung tertuju pada judul yang sangat menarik. Memanggil rasa penasaran saya yang begitu besar.
Begitu judul dari artikel tersebut. Sangat menarik bukan?
Lima belas menit kira kira saya habiskan untuk membaca artikel tersebut. Saya berusaha mencermati setiap kalimat dan rujukan yang diambil. Dan jika saya harus berkomentar tentang artikel tersebut maka saya katakan bahwa betapa baik nya tulisan tersebut. Dalil yang diambil jelas sumbernya. Pendangan pandangan imam dan ulama dari mazhab lain pun disertakan dengan jelas. Saya begitu kagum. Dan setuju tentunya.
Iya, saya setuju. Kenapa tidak cepat cepat ketika sholat tarawih? Bukankah itu sah-sah saja? Selama rukun sholat terpenuhi -seperti yang tertulis dalam artkel tersebut- maka hiraukan saja hal-hal yang sifatnya sunnah. Sunnah itu, dari sejak Islam ada sampai hari kiamat pun, kalau ditinggalkan tidak apa-apa. Tidak menjadi masalah.
Membaca iftitah setelah takbir sunnah hukumnya. Bisa ditinggalkan. Tetap sah sholat walaupun iftitah tidak dibaca. Baca'an ruku', i'tidal, sujud, semuannya sunnah. Tidak mengapa ditinggalkan. Tetap sah. Yang penting tuma'ninah. Apa itu tuma'ninah? "Berhenti sejenak setelah bergerak, lamanya sekedar membaca tasbih (subhanallah). Kira kira satu detik, atau tidak sampai satu detik." terang artikel tersebut. Beberapakali saya mencoba mengucapkan 'subhanalah' kurang dari satu detik namun selalu gagal. Ilmu agama saya masih sangat dangkal sepertinya.
Eh, tapi kenapa harus sholat Tarawih? Toh puasa saya tetap sah walaupun saya tidak sholat Tarawih. Sholat Tarawih hukumnya sunnah. Dan sama sekali bukan merupakan rukun puasa. Lalu kenapa banyak muslim melakukan sholat Tarawih padahal puasa mereka tetap sah walaupun tanpa Sholat Tarawih?
Apakah karena ingin mendapatakan pahala Sholat Sunnah Tarawih? Lalu kenapa semua sunnah sholat nya malah ditinggalkan?
Ini bagi saya tidak masuk akal. Agak lucu.
Ibarat kata, saya ingin baju. Lalu saya menjahitnya. Saya memilih kain biasa padahal ada kain terbaik diseluruh dunia tersedia gratis, tinggal ambil. Saya juga menggunakan benang biasa, sementara dipojok sana ada benang sutra yang sangat kuat teronggok begitu saja. Tidak terpakai. Saya juga menjahitnya dengan mesin biasa. Padahal di tengah ruangan sana mesin jahit keluaran terbaru baru saja tiba hari ini. Hadiah sabun colek. Alhasil, baju yang saya buat hanya bisa jadi seadanya. Model biasa. Kualitas bahan juga super biasa. Padahal, dengan kemampuan yang sama dan dengan mengeluarkan tenaga yang sama pula, saya bisa membuat baju yang jauh lebih bagus dengan bahan kualitas super. Juga model paling terkini tentunya.
Saya tetap dapat baju. Baju yang biasa saja. Tidak ada lebih lebihnya.
Sama seperti saya jika sholat Tarawih cepat-cepat. Saya tetap dapat pahala sholat Tarawih. Tapi pahala yang biasa biasa saja. Tidak ada lebih lebih nya.
Persis sempurna.
Maka saya bilang ini lucu. Saya bisa dapat baju bagus kok malah saya pilih baju yang sangat biasa. Padahal harganya sama. Yang itu malah import. Aduh, rugi sekali agaknya.
Ini persis ketika anda melihat toko tas branded asli -bukan KW- sedang obral murah. Lima puluh ribu dapat tiga tas. Bukan main murahnya. Padahal harga aslinya mungkin setara dengan rumah kita. Banyak sekali bukan tas tas yang seperti itu. Nah, namun persis di sebelah toko tas branded ini, ada sebuah toko tas biasa yang pasang banner besar sekali (toko tas branded cuma pakai kertas HVS saja promosinya). Jarak sepuluh kilomerter sudah bisa terbaca tulisannya. Mengundang orang banyak untuk datang. Meskipun kualitas tas nya super biasa, tapi dengan harga tujuh belas ribu sudah bisa didapat. Lumayan buat kepasar. Daripada harus bawa kantong kresek. Merepotkan sekali.
Nah judul artikel tadi sama persis dengan banner yang dipasang toko sebelah. Mengundang banyak orang untuk membacanya. Pembaca setuju, lalu diamalkan. Padahal itu cuma menawarkan tas biasa. Sungguh biasa sekali. Pahalanya pas pasan. Tidak ada lebih-lebihnya. Padahal, jika mau cermat sedikit saja, ada toko tas branded di sebelah sedang obral murah sekali. Ada pahala yang lebih besar bisa didapat dengan tenaga yang sama.
"Aduh, saya gak kuat sholat lama lama. Pegel kaki saya"
Bukan masalah di lama atau cepat nya. Tapi dipelaksanaan sunnah sunnah sholat nya. Gak lama kok. Silahkan jika ingin mencoba. 11 raka'at juga boleh. Tidak percaya? Coba tanyakan 23 roka'at itu disepakati seluruh ulama atau tidak? Atau tidak adakah dalil lain selain 23 raka'at? Kalau ada berarti hal jumlah raka'at masih diperselisihkan. Kita boleh memilih salah satunya. Biar sedikit asal sempurna. Selama yang sedikit itu ada contohnya juga dari Nabi. Lebih baik mana, Sholat Tarawih 23 roka'at tapi cepat cepat -meskipun sah- dengan pahala pas pasan, atau Sholat tarawih 23 roka'at tapi dengan melaksanakan seluruh sunah sunnah sholat, yang pahalanya tentu saja plus plus. Ya itu kalau kuat sih.... Kalau gak kuat, yang 11 roka'at juga ada dalilnya kok. Hehehe...
Well, dalam artikel tersebut memang juga dicantumkan bahwa jika mengamalkan sunnah maka itu lebih baik. Maka disinilah pertanyaan saya, "Untuk apa shalat tarawih cepat cepat?"